Pujakesuma
Faktor kemiskinan dan agraris
merupakan terjadinya perpindahan penduduk dari satu pulau ke kepulauan lainnya
seperti dari pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Warga dipaksa hijrah untuk
mempertahankan hidup beranjak dari kemiskinan, apalagi jumlah penduduk di pulau Jawa pada waktu itu
semakin padat sementara lapangan pekerjaan semakin sempit tidak sepadan dengan
pendapatan warga dari mengharapkan hasil
bumi. Pemerintah Kolonial Belanda mengambil kebijakan dengan memperluas lahan
perkebunan dan pertanian termasuk perbaikan pola tanam, membangun kilang dan
pabrik untuk menyerap tenaga kerja
Sayangnya cara ini pun tidak dapat
bertahan karena pertumbuhan penduduk begitu pesat, Tidak ada jalan lain selain
memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke Sumatera. Ini tentu tidak mudah,
Pemerintah Hindia Belanda harus mempersiapkan modal Asing untuk membangun usaha
perkebunan karet,tembakau,teh dan lainnya untuk menyerap tenaga kerja menekan
penganggururan.
Pada akhir abad 18 orang Jawa
secara besar-besaran hijrah ke Sumatera menjadi buruh di perkebunan –perkebunan
milik Negara Asing. Kakek penulis sendiri merupakan salah satu diantaranya
berasal dari Jawa Timur Kediri .Tiba ditanah Deli pada tahun 1918 dipekerjakan
di salah satu perkebunan milik Negara Asing PT. Cinta Raja Perkebunan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.
Saat itu orang Jawa berangkat dari
pulau Jawa ke pulau Sumatera menggunakan moda transportasi laut yang disebut
“Kapal Api”. Dengan alat transportasi tersebut yang kini menjadi sejarah
penting, mengarungi lautan sampai di Sumatera
Utara di Pelabuhan Belawan dengan tujuan memperoleh kehidupan yang lebih baik di
tanah Deli
Berangkat ke Sumatera dengan moda
transportasi Kapal Api pada waktu itu bukanlah hal yang mudah, konon memakan
waktu cukup lama untuk sampai ke tempat tujuan dan selama di perjalanan
mengalami banyak kesusahan karena perbekalan yang seadanya dan peralatan yang
tidak memadai. Banyak juga orang yang meninggal
dunia diperjalanan sebelum sampai di tempat tujuan yaitu tanah Deli di Sumatera
Utara. Kita berharap agar generasi berikutnya yaitu putra Jawa kelahiran
Sumatera tidak melupakan sejarah ini, sebagaimana yang dikatakan Bung Karno
“Jas Merah” Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Sesampainya di tempat tujuan mereka
bersujud syukur seraya berikrar mengikat tali persaudaraan yang begitu kuat
yang terkenal dengan sebutan “Sedulur Tunggal Sekapal”. Selain ke Sumatera pada
decade yang sama orang Jawa oleh Kolonial Hindia Belanda juga dikirim ke
Suriname sebagai “Buruh Kontrak”.
Sebutan “Tunggal sekapal” sebagai
ikatan perseduluran sebaiknya jangan dilupakan dan dapat dijadikan tagline
untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan, memupuk solidaritas, integritas,
membangun nilai dan jati diri agar menjadi lebih baik.
Warga Jawa di Sumatera mestinya
dapat mengikuti atau mencontoh model integritas dan nilai yang dilakukan oleh
sedulur-sedulur di Suriname, sampe bisa menduduki 5 orang Menteri dan menjadi
ketua Parlemen disana. Padahal orang Jawa hanya 15-17% dari jumlah
penduduk di Suriname.
Orang Jawa di Suriname masih
memegang teguh adat istiadat leluhur dan berupaya melestarikan hingga sekarang.
Lain halnya di Sumatera budaya Jawa sudah mulai luntur dan generasi berikutnya mengalami “penyakit lupa budaya”, kebanyakan
sudah tidak lagi bisa ngomong jawa, bahkan kesenian Jawa seperti wayang, gamelan
dan lainnya sudah jarang di mainkan. Hal ini bisa dimaklumi akibat penetrasi
budaya asing imbas dari era globalisasi saat ini.
Para sesepuh Jawa pada era tahun
1970 an sangat prihatin melihat gejala “penyakit lupa budaya” pada generasi Jawa
berikutnya di Sumatera Utara. Oleh sebab itulah mereka yang dipelopori H. Mas Soekardi dan
kawan - kawan mendirikan Badan Koordinasi Kesenian Jawa (BKKJ).BKKJ diperuntukkan bagi orang-orang
muda agar mereka tidak lupa dengan adat istiadat dan kebudayaannya (SudjonoGiatmo.Wspd.1993)
BKKJ merupakan cikal bakal
berdirinya Pujakesuma dimana pada tanggal 10 Juli 1982 dilakukan Musyawarah
Daerah pertama. Sejak itu masyarakat Jawa yang ada di daerah ini dihimpun dalam
satu wadah dinamakan Pujakesuma. Dengan demikian
saat itu BKKJ sudah melebur menjadi satu dgn Pujakesuma.
Pujakesuma cultur sesuai dengan
namanya, maka putra-putri Jawa yang lahir dan berkedudukan di Sumatera bisa dikatakan
“Pujakesuma”. Secara Struktur Ketua Umum DPP PKB Pujakesuma saat ini sesuai Keputusan Kemendagri dan Kemenkumham
diemban oleh H. Suratman, Sekretaris Umum H. Suherdi
dan Bendahara Umum Suratno Gurdi berkedudukan di Medan.
Didirikannya Organisasi
Kemasyarakatan Pujakesuma bertujuan
mensejahterakan masyarakat Jawa,menggali, membina dan mengembangkan kesenian,
kebudayaan serta bekerjasama dengan organisasi social budaya lainnya dalam
membina persatuan.
Salah satu fungsinya menampung dan
meperjuangkan aspirasi masyarakat dengan tidak mengenal perbedaan suku,agama
dan golongan.
Para penerus Pujakesuma patut
bersyukur dan memberi apresiasi yang dalam kepada pinisepuh/pendiri yang
memberi nama Pujakesuma berkesan unik dan berkarakter kuat.
Disebut unik dan berkarater kuat
karena nama Pujakesuma itu memiliki “branding” yang dapat mewakili
paguyuban-paguyuban Jawa di Sumatera.
Demikian juga mestinya apapun
paguyubannya,Pujakesuma tetap menjadi symbol dirinya. “Sekali Pujakesuma tetap
Pujakesuma”(http://pujakesumasiantar.blogspot.co.id/)
Komentar
Posting Komentar