Manunggaling Kawula Gusti
Manunggaling Kawula Gusti, merupakan makna yang dalam bagi seorang Kejawen. Oleh karenanya banyak pemuka-pemuka agama yang non Kejawen, memelintir esensi dari makna Manunggaling Kawula Gusti itu sendiri. Hal ini tidak lain dan tidak bukan, untuk memuluskan pemasaran agama import yang dibawanya ke dalam masyarakat Jawa yang sengkretis. (Mudah-mudahan di kemudian hari masyarakat Jawa lebih waspada dengan pengaruh budaya asing)
Manunggaling Kawula Gusti sama sekali bukan bermakna bersatunya kita dengan Tuhan Yang Maha Esa. Makna sebenarnya dari Manunggaling Kawula Gusti adalah, bahwa hubungan seorang Kejawen dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak melalui perantara apapun seperti yang dilakukan oleh agama-agama Rasul.
Dalam pemahaman Kejawen, hubungan setiap orang kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah hubungan yang unik, karena pada awalnya setiap orang yang lahir di muka bumi adalah Titipan Tuhan Yang Maha Esa. Pemelintiran tersebut, jelas untuk kepentingan penyebaran agama impor tersebut.
Unik adalah tidak ada duanya. Seperti dot com misalnya, tidak ada dot com yang kembar. Lebih mudahnya: blokkejawen.blogspot.com sementara secara formal ini milik saya, tidak ada orang lain secara formal yang dapat mengakui bahwa ini miliknya.
Analogi lain, jika kita mencintai dan menyayangi ibu kandung kita, dan mengatakan bahwa ibuku ada dalam diriku (hatiku) dan segenap aliran darahku. Apakah berarti badan ibu kita ada dalam badan kita? Itulah yang juga dimaksud dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Adalah sebuah rasa yang mendalam, dan komitmen untuk berprilaku dengan segenap hati yang bersih. Bukan seperti yang diartikan: mempersatukan Tuhan dengan diri kita. Lagi-lagi ini adalah sebuah pemelintiran dari agama import.
Banyak orang memvonis bahwa Kedjawen bukanlah agama, melainkan hanya kepercayaan semata. Dalilnya, karena Kedjawen tidak memiliki kitab sebagai rujukan. Bagi agama rasul, kitab menjadi penting karena memang agar para penganut agama mereka, tidak dapat atau tidak diizinkan berinteraksi langsung dengan sang Penciptanya.
Ibarat pancing dan ikan, dalam agama rasul, para penganutnya langsung diberi ikan. Sehingga para penganutnya seolah akan dapat lebih mudah untuk mengerti kaidah-kaidah komunikasi dengan sang Pencipta, dengan pola menghafal. Sementara pada Kejawen, kita diberi pancing untuk mencari tahu bagaimana heningnya berkomunikasi dengan sang Pencipta, hal ini tidak perlu dihafal. Karena Olah Roso membuat kita berinteraksi sesungguhnya dengan sang Pencipta. (http://blogkejawen.blogspot.co.id/)
Komentar
Posting Komentar