PAMALI DAN MITOS JAWA



PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budayanya, itu sebabnya manusia dan kebudayaan merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia terlibat dengan kebudayaannya sesuai dengan tempat mereka menetap atau daerah yang di tinggalinya. Kebudayaan itu dikembangkan secara turun menurun kepada anak-anak dan cucu mereka agar kebudayaan tersebut tidak mengalami kepunahan. Istilah kebudayaan mengacu pada keyakinan, ideologi, dan mitos. Ini yang disebut elemen spiritual dan psikologis kebudayaan.
Di jaman yang semakin modern ini, Indonesia masih dapat menunjukan ciri khas keanekaragaman budayanya, sehingga tidak heran banyak turis-turis atau warga asing yang berkunjung ke Indonesia untuk dapat menikmati kebudayaan atau bahkan mencoba untuk mempelajarinya. Tidak hanya kebudayaan berupa karya seni, sastra, tardisi, atau legenda, selain itu juga warga Indonesia memiliki kebudayaan tentang kepercayaan Pamali dan Mitos yang merupakan materi yang akan saya bahas disini.
Biasanya kepercayaan Pamali dan Mitos ini sangat di yakini oleh orang-orang dahulu atau nenek moyang mereka, yang meyakini adanya pantangan-pantangan yang harus ditaati untuk menghindari Bala atau musibah. Di jaman yang sudah modern seperti ini, kepercayaan atau Mitos biasanya masih melekat dan diyakini oleh orangtua atau sesepuh di pedesaan atau tempat yang masih kental dengan budayanya terutama daerah Jawa.
Mitos ini hingga memberikan inspirasi kepada suatu kelompok sosial, seperti Mitos aksi yang dikembangkan oleh Georges Sorel. Menurut Sorel, salah satu cara yang paling efektif untuk mempengaruhi suatu komunitas ialah memberinya gambaran-gambaran yang singkat dan tidak rumit tentang suatu masa depan yang fiktif atau masa lalu yang bersifat perumpamaan belaka.
Mitos sendiri merupakan keyakinan yang kurang jelas, kurang rasional, dan diolah secara kurang teliti. Itulah sebabnya jika ditinjau kembali tentang kepercayaan Pamali dan Mitos ini, terdapat pantangan-pantangan yang dapat diterima akal sehat (rasional) namun terdapat pula pantangan-pantangan yang tidak masuk akal (irasional). Bahkan sebagian masyarakat mengklaim bahwa Pamali dan Mitos adalah takhayul. Namun itu semua kembali kepada diri kita masing-masing untuk memilah mana yang baik untuk diikuti atau sebaliknya.

PEMBAHASAN
       I.            Kebudayaan keyakinan Pamali dan Mitos
Daerah Jawa adalah daerah yang masih mempercayai adanya Pamali dan Mitos terutama di daerah-daerah pedesaan, karena kebudayaannya yang masih kental sehingga Pamali dan Mitos ini menjadi kepercayaan turun-menurun yang diwariskan oleh orangtua atau masyarakat Jawa tempo dulu. Pamali sendiri secara hafiah memiliki kesamaan arti dengan pantangan atau ketabuan, Pamali Jawa adalah pantangan dari masyarakat Jawa yang harus dihindari oleh anggota masyarakatnya sendiri. Apabila pantangan tersebut dilanggar, pelanggar akan mendapatkan risikonya.
Sementara Mitos memiliki makna hafiah sebagai kepercayaan, keyakinan, mite atau dongeng. Dengan demikian Mitos Jawa dapat dimaknai sebagai kepercayaan atau keyakinan masyarakat Jawa yang sulit dibuktikan secara riil dan rasional. Pengertian lebih luas, Mitos Jawa mengacu pada cerita tradisional Jawa.
Melalui Pamali Jawa dapat kita ketahui bahwa masyarakat Jawa tidak suka menegur anak, cucu, atau orang lain secara langsung atau dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tidak suka berterus terang. Sehingga mereka menggunakan kata sanepa (kiasan), yang menunjukkan dan mengajarkan agar setiap orang yang mendapatkan teguran berpikir secara kritis atas makna dibalik teguran itu.
Selain itu menurut Sri Wintala Achmad, (2014) masyarakat Jawa lebih menyukai kisah dongeng daripada kisah faktual, walaupun masyarakat Jawa meyakini bahwa kisah dongeng sulit dibuktikan kebenarannya di alam riil namun bagi orang Jawa kisah dongeng tetap mengandung hal atau ajaran yang positif. Ajaran positif dari Mitos Jawa, yakni agar manusia mampu menggunakan ilmu titen, yakni ilmu yang bersumber dari pengamatan atas kejadian yang berulang-ulang hingga dimitoskan. Sehingga dengan ilmu itu, orang jawa menjadi berhati-hati dalam menjalani hidupnya.
Di awal telah disinggung bahwa Pamali Jawa merupakan teguran orangtua Jawa kepada anak, cucu, atau orang lain yang diungkapkan secara tidak langsung. Hampir semua Pamali Jawa diawali dengan kata “aja” yang artinya “jangan”, hal tersebut menandakan bahwa pantangan dari jawa tersebut memberikan peringatan agar jangan dilanggar. Jika pantangan tersebut dilanggar, maka pelanggar akan mendapatkan risikonya.

Berikut adalah Pamali-pamali Jawa beserta kajiannya:
Ø  Aja mangan neng ngarep lawang (mligine bocah prawan), mundhak angel jodho.
[Jangan makan di depan pintu (khususnya anak gadis), nanti susah mendapatkan jodoh].
Kajian:
            Kita sadar betul bahwa makan di depan pintu adalah tempat yang tidak tepat apalagi jika dilakukan oleh seorang gadis, selain terlihat tidak sopan juga menghalangi orang untuk keluar masuk rumah melalui pintu itu, serta dapat menyebabkan makanan yang sedang kita makan terkena debu. Sehingga apabila seorang gadis melanggar pantangan tersebut, maka nantinya gadis itu dinilai tidak memiliki kepribadian yang baik. Alhasil, menyebabkan gadis tersebut akan sulit mendapatkan jodoh. Sekalipun mendapatkan jodoh, maka lelaki tersebut memiliki kepribadian yang sejenis.
Ø  Yen mangan kudu dientekke, mundhak pitike mati.
[Kalau makan harus dihabiskan agar ayamnya tidak mati].
Kajian:
            Untuk mendapatkan sesuap nasi tidaklah mudah, jika kebutuhan makan 3x sehari sudah dapat terpenuhi, hal tersebut merupakan rezeki dari Tuhan yang patut disyukuri. Setiap orang terutama orangtua bekerja keras untuk sekadar sesuap nasi bagi keluarganya, maka dari itu orangtua selalu menyarankan kepada anak-anaknya untuk menghabiskan makanannya. Membuang atau menyianyiakan makanan adalah perbuatan manusia yang tidak bersyukur atas rezeki dari Tuhan, maka dari itu “ayamnya akan mati bila makanan tidak dihabiskan” merupakan kiasan bahwa Tuhan akan mengurangi rezeki karena tidak mensyukuri rahmat-NYA.
Ø  Aja mangan karo turu, mundhak sirahe dadi gedhe.
[jangan makan sambil tiduran, karena akan membuat kepalanya membesar].
Kajian:
            Menurut pakar kesehatan, bahwa sesudah makan dilarang langsung tidur karena akan memperberat kerja lambung sehingga menyebabkan lambung mudah terserang penyakit. Perihal jika makan sambil tiduran dapat menyebabkan kepala menjadi besar hanyalah cara orangtua menkut-nakuti anaknya agar tidak melanggar pamali tersebut.
Ø  Aja asring nyeblek bokonge bocak wedok, mundhak dheweke yen wis omah-omah bakal tansah congkrah karo bojone.
[Jangan sering memukul pantat anak perempuan, karena bila ia sudah berumah tangga akan selalu rebut dengan suaminya].
Kajian:
            Masyarakat Jawa meyakini bahwa jika seorang anak gadis di pukul pantatnya atau dipukuli secara kasar oleh orangtuanya (terutama Ayah), maka kelak ketika sudah berumah tangga gadis itu akan sering bertengkar dengan suaminya atau di perlakukan hal yang sama oleh suaminya seperti apa yang telah dilakukan oleh orangtuanya.
Ø  Aja kesuwen neng kamar mandi, mundhak cepet tuwa.
[Jangan berlama-lama berada di kamar mandi, dapat menyebabkan cepat tua].
Kajian:
            Secara logis tentu tidak dapat diterima oleh akal, bahwa berlama-lama di kamar mandi akan menjadi cepat tua. Sekalipun demikian, jika diperhatikan pamali tersebut menunjukkan bahwa orang yang terlalu lama berada di kamar mandi juga harus memperhatikan orang lain yang juga ingin menggunakan kamar mandi tersebut. Dengan memakai kamar mandi tersebut dalam waktu yang wajar, berarti orang tersebut selalu menempatkan kepentingan orang lain setara dengan kepentingan pribadinya.
Ø  Aja sinambi micara rikala lagi mangan, mundhak disaru dening wong liya lan nekake kewan galak.
[Jangan berbicara ketika sedang makan, karena berakibat menjadi bahan gunjingan orang lain atau dapat mendatangkan binatang buas].
Kajian:
            Selain karena dianggap tidak sopan, ketika makan sambil berbicara juga dapat membuat seseorang tersedak yang berakibat fatal yakni kematian. Menurut pandangan Hiromi Shinya melalui bukunya The Miracle of Enzyme, makan sambil berbicara yang artinya makan sambil membuka mulut sangat tidak dianjurkan. Karena selain mengakibatkan kita dapat tersedak, tapi juga makanan akan masuk ke saluran yang salah dan juga tertelannya udara bersama makanan. Akibat dari tertelannya udara bersama makanan maka berakibat pada pencernaan yang menjadi tidak baik. Berdasarkan uraian diatas maka Pamali ini merupakan pantangan yang layak untuk diikuti,  karena pantangan ini tersimpan hal yang positif dan masuk akal. Perihal tentang “Binatang Buas”, ini hanyalah simbol bahaya yang akan dihadapi jika melanggar pamali atau pantangan tersebut.


     II.            Pamali Jawa: Menikah, Hamil, dan Melahirkan.
Menikah, Hamil, dan Melahirkan merupakan bagian dari kehidupan seorang wanita. Didalam masyarakat Jawa, mereka memiliki pantangan-pantangan yang harus dipatuhi (terutama perempuan Jawa). Apabila pantangan ini tidak dipatuhi maka perempuan Jawa tersebut akan mendapatkan risikonya ketika Menikah, Hamil, dan Melahirkan.

A.     Pantangan dalam Menikah.
Prosesi pernikahan adat Jawa biasanya sangat sakral dan memiliki petuah atau banyak hal yang terkandung didalamnya. Salah satunya adalah pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Terdapat tiga pantangan dalam pernikahan.
Yang pertama adalah pantangan jilu (siji telu) yang artinya satu dan tiga. Pantangan jilu memiliki makna bahwa baik calon perempuan maupun laki-laki tidak boleh lahir pada urutan satu dan tiga dalam keluarganya. Apabila pantangan ini dilarang maka calon mempelai akan mendapat kesialan hidup dan pernikahan yang akan dijalaninya tidak akan langgeng.
Pantangan kedua adalah yang berkaitan dengan lokasi rumah. Tidak dianjurkan melangsungkan acara pernikahan, bila calon mempelai perempuan memiliki rumah (bertempat tinggal) disebelah barat dari calon mempelai pria. Jika pantangan tersebut dilanggar maka diyakini keduanya akan mendapatkan kesusahan dalam mendapatkan rezeki.
Pantangan ketiga adalah saat melamar dan memboyong wanita tidak boleh melewati Gunung Pegat. Kata dari ‘Pegat’ sendiri memiliki arti ‘Putus’, mungkin dari arti kata tersebut masyarakat Jawa menjadikan hal itu merupakan suatu pantangan. Dan jika pantangan tersebut dilanggar, maka diyakini pernikahan kedua mempelai kelak akan bercerai.
Selain terdapat Pamali atau pantangan-pantangan yang harus ditaati, ternyata masyarakat Jawa-pun meyakini adanya Mitos Pengantin Jawa, yakni:
·         Memindahkan cincin tunangan.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa cincin pertunangan yang diberikan oleh mempelai laki-laki kelak akan membawa keberuntungan jika mempelai wanita tidak memindahkannya dari jari manis ke jari lainnya sebelum hari H pernikahan. Jika pantangan ini dilanggar, maka kelak pernikahan atau rumah tangga yang akan dibangun bersama calon suaminya akan mendapatkan kesialan.
Namun jika ditilik dari pandangan agama, Jodoh tentu sudahlah diatur dengan baik oleh Allah SWT, jika sepasang manusia telah ditakdirkan untuk berjodoh maka hal-hal buruk atau hal yang menurut orang lain akan berdampak buruk tidak akan menjadikan pasangan tersebut terpisah, justru hal tersebut merupakan masalah yang harus dihadapi bersama untuk menjadikan pribadi masing-masing menjadi lebih baik.
·         Datang awal di lokasi pernikahan.
Mitos ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat jawa, bahwa jika mempelai laki-laki datang pertama kali di kantor KUA maka pernikahan tersebut diyakini akan mendapatkan keberuntungan. Namun jika sebaliknya keluarga mempelai perempuan yang lebih dulu sampai di kantor KUA, maka pernikahan tersebut akan membawa kesialan.
·         Kado pernikahan.
Disetiap pernikahan, banyak tamu yang hadir dengan membawa kado untuk diberikan kepada kedua mempelai sebagai doa dan ucapan selamat. Menurut Mitos Jawa, hendaklah kado pertama yang dibuka adalah sesuatu yang dipakai pertama kali ketika akan mulai menapaki kehidupan berkeluarga. Bila hal tersebut dilakukan, maka diyakini keluarga baru tersebut akan mendapatkan keberuntungan.
·         Menggunakan kerudung di hari pernikahan.
Menurut Mitos Jawa, kerudung ini akan menghindari dari pengaruh roh jahat kepada mempelai perempuan. Roh jahat yang dimaksud adalah suatu energi negatif yang dapat mengganggu berlangsungnya upacara pernikahan. Dengan demikian jika mempelai wanita memakai kerudung diyakini dapat terlindungi selama proses pernikahan.
Namun menurut pandangan agama Islam, memakai kerudung adalah salah satu bentuk kewajiban seorang wanita muslim untuk menutup auratnya dari orang-orang yang bukan muhrimnya,  serta melindungi seorang wanita bukan hanya dari roh jahat yang akan menjerumuskannya kedalam  perbuatan zina tapi juga melindungi dari hal-hal buruk lainnya.
·         Menikah di tanggal lahir
Menentukan tanggal pernikahan bagi orang Jawa sangatlah penting. Karena jika salah dalam memilih tanggal pernikahan, diyakini akan mendapatkan kesialan. namun sebaliknya, jika tepat dalam memilih tanggal pernikahan maka pernikahan tersebut diyakini akan berjalan dengan lancar dan mendapatkan keberuntungan. Selain tanggal dan bulan-bulan tertentu, orang Jawa juga  meyakini bahwa jika acara pernikahan dilaksankan pada tanggal kelahiran mempelai pria, maka pernikahan tersebut akan membawa keberuntungan bagi kedua mempelai dan juga terhindar dari malapetaka.

B.      Pantangan dalam Kehamilan
Seperti yang kita tahu, bahwa kehamilan merupakan peristiwa penting bagi seorang wanita. Terlebih jika kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang pertama, tentu akan sangat berhati-hati dalam masa kehamilannya. Begitupun yang dialami oleh wanita Jawa, mereka memiliki pantangan-pantangan yang harus ditaati untuk terhindar dari hal-hal buruk yang akan terjadi pada kehamilannya dan juga bayi yang ada dalam kandungannya.
Berbagai Pantangan
Menurut data yang telah dikumpulkan dari beberapa sumber, bahwa pantangan-pantangan bagi seorang wanita hamil adalah sebagai berikut:
a.      Aja nggeguyu (ngenyek) wong cacat, amarga cacate wong kuwi bisa numusi neng anake.
[Jangan mentertawakan (melecehkan) orang cacat, karena cacatnya orang itu bisa menurun pada anaknya].
Pantangan ini merupakan pantangan yang masuk akal (rasional), didalam agamapun kita dianjurkan untuk memuliakan atau membantu orang yang memiliki keterbatasan. Kepribadian anak biasanya adalah bawaan dari orangtuanya (terutama Ibu) semenjak masih dalam kandungan, jika orangtua memiliki kepribadian yang baik, dan suka menolong orang yang kurang beruntung maka kelak bayi yang masih dalam kandungan dapat memiliki naluri kepribadian yang baik juga seperti kedua orangtuanya.
b.      Aja ngunek-uneke wong.
[Jangan memaki orang].
Sama seperti pantangan sebelumnya, jika wanita hamil tidak dapat menjaga sikapnya dalam bertindak maupun berbicara maka kelak kebiasaan tersebut akan menurun pada anaknya.
c.       Aja mangan utawa adus ing wayah wengi,mundhak anake gampang kena sawan.
[Jangan makan atau mandi di waktu malam, karena dapat menyebabkan si anak kelak bakal mudah terkena sawan].
Tidak boleh makan di waktu malam, karena wanita tersebut akan rentan dengan penyakit pencernaan. Sedangkan jika tidak boleh mandi malam, karena wanita tersebut akan mudah terkena penyakit rematik.
Perihal ‘anaknya akan mudah terkena sawan’ hanyalah cara agar pantangan tersebut tidak dilanggar.
d.      Aja asring susah lan nangis, mundhak anake dadi gembeng.
[Jangan sering bersedih dan menangis, karena akan menyebabkan anaknya jadi cengeng].
e.      Aja mangan iwak lele, mundhak anake gedhe lan angel laire.
[Jangan makan ikan lele, karena menyebabkan si anak yang berukuran besar akan susah lahirnya].
f.        Aja mangan urang utawa yuyu.
[Jangan makan udang dan kepiting].
Ada benar dan ada salahnya perihal wanita hamil dilarang mengkonsumsi ikan lele, udang, dan kepiting. Selama mengkonsumsi makanan seafood tersebut masih dalam batas yang wajar, tidak akan jadi masalah.
Namun jika terlalu banyak mengkonsumsi ikan lele, udang, dan kepiting yang merupakan ikan-ikan berkolesterol tinggi, tentu akan menjadi masalah untuk kehamilan.
g.      Aja mangan kweni lan duren, amarga bisa keguguran.
[Jangan makan buah kweni dan durian, karena bisa keguguran].
Tidak boleh makan buah kweni dan durian, karena kedua buah tersebut bisa menyebabkan bayi mengalami keguguran.
h.      Aja mateni kewan.
[Jangan membunuh hewan (bintang)].
Tidak semua hewan boleh dibunuh. Selama hewan tersebut tidak mengganggu kita tidak berhak membunuhnya, karena hewanpun merupakan makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT.
i.        Aja nutupi bolongan atawa leng.
[Jangan menyumbat lubang atau liang].
Salah satunya adalah menyumbat atau menutup lubang tempat hidup binatang dalam tanah. Karena lubang tersebut merupakan pintu keluar masuk yang apabila disumbat oleh seorang wanita hamil, diyakini kelak ketika wanita tersebut melahirkan akan mengalami kesulitan mengeluarkan bayinya.
Namun apabila wanita hamil tersebut tidak menyumbat atau menutup lubang tempat tinggal atau mengganggu kehidupan hewan, maka kelak akan dimudahkan dalam proses melahirkan.
j.        Aja midak telek.
[Jangan menginjak kotoran binatang].
Artinya, wanita hamil harus selalu menjaga kebersihan lingkungannya. Karena dengan begitu, akan terhindar dari penyakit-penyakit jahat. Sehingga wanita hamil tersebut tetap sehat begitupun bayi yang ada didalam kandungannya.

C.      Pantangan Melahirkan
Ketika masih dalam proses kehamilan, wanita hamil sebaiknya memanfaatkan moment-moment tersebut untuk merasakan perkembangan bayi dalam kandungannya. Karena tidak semua wanita dapat merasakan kehamilan dan melahirkan seorang anak di dunia.
Setelah melahirkan, wanita akan memasuki masa nifas yang berlangsung selama 40 hari. Sehingga wanita Jawa memiliki pantangan-pantangan yang harus ditaati.
Berikut pantangan-pantangan setelah melahirkan:
ü    Aja saresmi salawase patang puluh dina.
[Jangan berhubungan badan dengan suami selama empatpuluh hari].
Artinya, seorang wanita dianjurkan agar tidak melakukan hubungan seks selama 40 hari setelah melahirkan. Karena hal itu akan mengganggu kesehatannya. Organ vital yang belum sepenuhnya sembuh akan menjadi lebuh parah lukanya akibat hubungan seks tersebut. Karenanya, suami hendaklah tidak memaksakan istrinya untuk berhubungan seks. Apabila pantangan itu dilanggar, maka sang ibu akan berpeluang besar untuk hamil.
ü    Aja turu rikala wayah surub, mundhak bayine lara.
[Jangan tidur pada waktu senja (maghrib), karena bayinya bisa sakit].
Tidur diwaktu senja memang tidak baik bagi kesehatan bayi dan ibu itu sendiri. Dari sinilah, maka seorang ibu jangan membawa bayinya di ranjang untuk tidur di saat senja hari. Ajaklah si kecil tidur jauh sesudah lewat waktu senja.
Menurut Islam, ketika terbenamnya matahari adalah waktu dimana setan-setan mulai bertebaran. Maka dari itu Islam mengajarkan kepada umatnya jika tiba waktu senja segeralah tutup pintu dan jendela, dan jangan biarkan anak atau hewan ternak kita yang masih berada diluar rumah atau pekarangan. Segera laksanakan shalat magrib kemudian berdzikir kepada Allah SWT agar selalu diberikan perlindungan.
ü    Aja mangan iwak loh utawa laut, sartane daging pitik.
[Jangan makan ikan air tawar atau laut, dan daging ayam].
Sewaktu luka-luka bekas melahirkan belum sembuh di masa nifas, seorang wanita dilarang menyantap ikan air tawar dan laut, serta daging ayam. Karena makanan tersebut justru akan memperparah luka.

KESIMPULAN
Kebudayaan merupakan ciri khas yang harus dijaga dan dilestarikan. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari bermacam-macam kebudayaan, seperti kebudayaan tentang keyakinan Pamali dan Mitos. Walaupun telah dijelaskan bahwa Pamali dan Mitos adalah suatu keyakinan yang sulit diterima oleh akal (irasional), tetapi dalam kenyataannya dibalik pantangan Pamali dan Mitos masih ada sisi positif yang masuk akal yang dapat kita ambil. Perihal pantangan-pantangan yang tidak rasional seperti yang telah dibahas sebelumnya, kita masih dapat berpegang pada apa yang telah diajarkan oleh agama. Sebagai manusia yang beragama tentu kita tidak akan mudah percaya dengan hal-hal yang tidak masuk diakal (irasional), karena agama telah memberikan pedoman kepada kita, yang dimana pedoman tersebut telah menjelaskan dengan sempurna hal-hal yang terjadi saat ini maupun masa yang akan datang. Namun bukan berarti kita menjudge bahwa kebudayaan tentang keyakinan Pamali dan Mitos ini adalah suatu keyakinan yang sesat yang harus dimusnahkan, tetapi biarkan kebudayaan ini tetap menjadi ciri khas bangsa Indonesia terutama ciri khas masyarakat Jawa.
 
DAFTAR PUSTAKA 
Soekmono, R. 2003. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1973.
Edi Sedyawati, Prof, Dr., 2012. Warisan Budaya Tak Benda masalahnya kini di Indonesia (disunting). Jakarta: Lembaga Penelitian UI.
Pakubuwana, V. 1988-1991. Serat Centhini Latin. jilid 1-12. Yogyakarta: Yayasan Centhini.
Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Achmad,Sri Wintala. 2014. Pamali&Mitos Jawa Ilmu Kuno antara Bejo dan Kesialan. Yogyakarta: Araska.
Toto Suryana, Drs, M.Pd,dkk., 1997. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung, Tiga Mutiara
Edi Sedyawati, Prof, Dr., 2006. Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Komentar

dakwatuna.com

Postingan Populer