Misteri di balik nama Kliwon


Ihh… serem ya judulnya. Tenang..tenang. Gw nggak akan nulis tentang cerita horor disini. Gw cuma akan membahas tentang ‘hari gw’. Yup… Sabtu Kliwon itu adalah weton gw, hari pasaran saat gw dilahirkan.
Orang Jawa masih menganggap penting hari Pasaran sebagai pertimbangan menentukan hari baik. Nggak semua, tapi kebanyakan orang Jawa, masih mempercayai hitungan2 ini. Dan gw, mungkin bukan salah satunya. Karena gw nggak gitu paham tentang arti dan makna masing2 istilah hari itu. Baru kemaren aja gw sedikit ngerti dan manggut2 tentang makna hari gw itu.
Critanya kemaren gw nemu artikel yang menurut gw menarik banget. Sangat nJawani. Walo’ cuma 2 lembar aja. Dua lembar tapi waktu itu cukup berkhasiat menghilangkan rasa jenuh gw [saat bengong tak berdaya dengan kerjaan di akhir minggu ini ;) ].

Gw baca majalah yang bener2 baru punya bos gw, Judul artikelnya ‘Misteri Kliwon’ [Majalah Kabare Jogja, Edisi LXXIV Th VI, Agustus 2008. Penulis: Ki Juru Bangun Jiwa]. Pertama buka, gw udah langsung skip aja. Tapi tiba2 gw balik lagi, sedikit bergumam ‘eh…kliwon? bukan Jumat kliwon ya yang dibahas’ Hu uh, bukan. Ternyata tentang makna ‘Kliwon’. Akhirnya, berhenti sejenak, menikmati gambar halaman yang simpel tapi pas. Efek sepia yang keren. Ga lama2, langsung gw lahap tuh tulisan. Manggut2.. dan langsung niat banget buat posting ini. :)
Disitu disebutkan Orang Jawa punya perhitungan atau ‘petung’ tentang pasaran, hari, bulan dan sebagainya. Karena bagi orang Jawa terpatri sebuah pengertian; ‘aboting abot iku wiwitan’. Yang paling berat dalam pikiran orang Jawa adalah saat memulai. Oleh karena itulah pertimbangannya banyak. Pertimbangan ini diambil supaya nantinya selamat sampai tujuan yang dimaui. Inilah potongan artikel yang gw baca kemaren
……….
Awalnya adalah sebuah mitos atau legenda tentang Dewa Matahari (Batara Surya) yang turun ke bumi menjelma menjadi Brahmana Raddi di Gunuk Tasik. Ia menciptakan hitungan hari yang disebut sebagai Panca Wara (lima bilangan, yang di kemudian hari disebut sebagai Legi, Pahing, Pon, Wage danKliwon. Adapun nama awalnya semula disebut: Manis, Pethakan, Abritan, Jenean, Cemengan, Kasih. Hal ini bisa dilihat dari tulisan Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Di kemudian hari Brahmana Raddi ditarik di kerajaan Gilingwesi dan dijadikan sebagai penasihat Prabu Selacala. Di Gilingwesi inilah kemudian sang Brahmana membuat sesaji yang di peruntukkan bagi para desa selama tujuh hari berturut-turut. Dan setiap kali sehabis sesaji, hari itu diberi nama sebagai berikut:
Sesaji emas yang dipuja adalah matahari. Oleh karenanya, hari itu diberi nama Radite dan dikemudian disebut Ahad. Yang kedua sesaji perak, yang dipuja bulan, Hari itu diberinya nama Soma, sekarang disebut Senin.
Kemudian hari berikutnya, sang Brahmana menggelar sesaji gangsa, bahan untuk membuat gamelan perunggu dengan memuja api. Hari itu kemudian diberi nama Anggara, yang sekarang disebut selasa.
Selanjutnya dilaksanakanlah sesaji besi dengan memuja bumi. Kemudian hari yang lahir disebut sebagai Budha atau Rabu untuk nama harinya. Lantas sesaji perunggu digelar untuk memuja petir yang diberi nama sebagai Respati dengan nama sekarang Kamis.
Kemudian disajikanlah sesaji tembaga dengan pemujaan air. Hari itu lantas diberi nama dengan istilah Sukra dan nama sekarang menjadi Jumat. Yang terakhir disajikan timah dengan memuja angin. Hari itu diberi nama Saniscara yang disebut pula sebagai tumpak, dengan nama sekarang Sabtu.
Nama-nama tersebut sebenarnya diambil dari nama hari-hari dalam kalender Sultan Agung yang berasal dari kata Arab seperti Akhad, Isnain, Tslasa, Arba’a, Khamis,. Jum’at, Sabt. Nama hari itu digunakan semenjak pergantian Kalender Jawa Asli yang disebut sebagai Saka menjadi kalender Jawa/Sultan Agung yang nama lainnya Anno Javanico. Perubahan kalender itu mulai 1 Suro tahun Saka tidak digunakan lagi di Jawa, tetapi masih digunakan di Bali.
Sementara, rangkaian kalender Saka seperti Nawa Wara hitungan 9 atau padewan, Paringkelan-kelemahan makhluk, Wuku 30 macam masing-masing tujuh hari, satu siklus 210 hari, dan lain lain, semua dipadukan dengan kalender sultan Agung yang kemudian disebut sebagai petung Jawa yang dicatat dalam primbon.
Selanjutnya, dalam perkembangannya, perhitungan pasaran atau Panca Wara yang berjumlah lima itu disebut sebagai ajaran ‘sedulur papat, kalima pancer’[empat saudara sekelahiran, kelimanya pusat].
Piwulang atau ajaran tersebut mengandung pemahaman bahwa manusia yang berupa raga, badan wadag, atau jasad lahir bersama empat unsur atau roh yang berasal dari tanah, air, api dan udara. Empat unsur itu masing-masing mempunyai tempat di kiblat empat. Faktor yang kelima berada di pusat, yakni ditengah.
Kelima tempat itu adalah juga tempat lima pasaran, maka persamaan tempat pasaran dan empat unsur dan kelima pusat itu bisa dijabarkan sebagai berikut;
Pasaran Legi menurut keyakinan Jawa berada di timur, satu tempat dengan unsur udara yang memanfaatkan sinar atau aura putih. Sementara pasaran Paing bertempat di selatan, salah satu tempat dengan unsur api yang kuat dengan pancaran sinar merah, Sedang pasaran Pon berada di barat, satu tempat dengan unsur, satu tempat dengan unsur anasir air dengan pancaran warna sinar kuning. Keempat, pasaran Wage berada di utara, disuatu tempat dengan unsur tanah yang sangat kuat dengan pancaran warna atau sinar hitam. Yang kelima, di pusat atau ditengah-tengah, dimana di situ merupakan tempat sukma atau jiwa memancarkan dengan sinarnya manca warna [aneka warna]. Dari sinilah sebenarnya muncul anggapan bahwa betapa pentingnya pasaran Kliwon yang tempatnya di tengah atau di pusat sentrum itu, yakni tempat jiwa atau sukma memancarkan daya kekuatan-kewibawaan atau pengaruh kepada Sedulur Papat atau empat saudara [unsur sekelahiran].
……….
Sumber laen yang gw dapet tentang ‘Neptu’ [nilai]…
………..
Masing-masing hari dan pasaran mempunyai “neptu “, yaitu “nilai” dengan angkanya sendiri-sendiri sebagai berikut :
Nama hari = Neptu ( nilai )
1. Ahad = 5
2. Senen = 4
3. Selasa = 3
4. Rabu = 7
5. Kamis = 8
6. Jum’at = 6
7. Sabtu = 9
Nama Pasaran Neptu (nilai )
1. Legi = 5
2. Paing = 9
3. Pon = 7
4. Wage = 4
5. Kliwon = 8
………
Nah, kalo’ di jumlah, Sabtu Kliwon memiliki Jumlah tertinggi [9+8 = 17]. Seperti Halnya Kamis Pahing [8+9 = 17]. Jadi gw pernah denger, bahwa watak orang yang bernaung di hari ini, biasanya keras kepala dan ngeyelan [ini istilah gw]. Jadi selalu menangan dibanding orang yang punya nilai dibawahnya. [Hmmm, kalo orang Sabtu Kliwon dan Kamis Pahing debat, pasti rame yakz? +nginget2+, ^mayan rame… tapi seru jugak. Saking serunya sampe gak da debat lagi. Huhuhuhuuu].
Back to topik, ternyata Makna Kliwon itu nggak serem ya. Justru malah maknanya dalem. Entah apa Hari pasaran ini mempengaruhi sifat gw atau ndak. Tapi kayanya sih gw cukup memancarkan aura yang baek jg. Selaen itu gw juga selalu menebarkan kasih sayang ke orang2 disekitar gw. Dan seperti angin, gw selalu bisa ada disaat semua orang membutuhkan [halah, kesimpulan apa ini! hyahahaha]. Dan satu lagi, yang jelas… gw emang cenderung gak mau ngalah dan ngeyel. [Not always…but often]
Whatever you say lah…. gw jadi ngerasa spesial lahir di hari ‘Sabtu Kliwon’. (https://mfachri.wordpress.com)

Komentar

dakwatuna.com

Postingan Populer