Kyai Semar Pepunden Tanah Jawa


Kyai Semar pepunden tanah Jawa. Sosok Semar dalam pewayangan yang berkuncung seperti laki-laki, namun dia juga memiliki buah dada yang membusung seperti perempuan. Sejatinya sosok Semar tidaklah tampan rupawan ataupun cantik jelita. Semar adalah badra, berwajah laksana bulan purnama, tetapi dia juga nayantaka, pucat seperti mayat. Semar adalah badranaya, menuntun bagi siapa saja yang berbudi rahayu. Semar adalah asmara, tetapi dia juga santa atau suci. Karena itu dia asmarasanta atau cinta suci. Pengertian tersebut menunjukan bahwa sosok Semar merupakan simbolis dari sifat Ilahiah.

Ketika Dinasti Ustmaniyah di Turki ingin menyebarkan pengaruh agama Islam dikawasan Asia tenggara kususnya Indonesia. Sultan Muhammad I mengutus ulama-ulama terpilih yang tergabung dalam Wali songo periode pertama, mereka adalah Syeikh Maulana Malik Ibrahim, Syeikh Maulana Ishak, Syeikh Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Syeikh Maulana Malik Israil, Syeikh Maulana Muhammad Maghribi, Syeikh Maulana Aliyudin dan Syeikh Subakir. Menurut babad tanah Jawa, sudah beberapa kali didatangkan utusan dari Arab untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa kususnya dan Indonesia pada umumnya tetapi selalu menemui kegagalan secara makro.Kegagalan itu disebabkan masyarakat Jawa ketika itu masih kokoh memegang adat-istiadat dan kepercayaan lama. Mereka menyembah benda-benda bertuah dan ruh-ruh leluhur yang diyakininya dapat memberikan perlindungan dan pertolongan kepada mereka. Karena itu diutuslah Syeikh Subakir yang dikenal mumpuni dalam ilmu kanuragan dan kedigdayaan , Beliau secara spesifik menangani masalah-masalah yang terkait dengan magis dan nilai-nilai spiritual yang telah menyimpang.

Hingga pada suatu waktu sampailah Beliau dikaki bukit Goa Gajah Mungkur, disebut Gajah Mungkur karena bila dilihat dari kejauhan tampak seperti gajah purba yang tengah berbaring dan membelakangi kota Wonogiri. Menurut saudara Goenawan W.E, Goa Gajah Mungkur merupakan istana sunyaruri / ghaib Kyai Semar selama berabat-abat lamanya. Kehadiran Syeikh Subakir tidak disenangi, mengusik kemarahan hati Kyai Semar dan terjadi perang tanding selama empat puluh hari, empat puluh malam dan tidak ada yang tampil sebagai pemenang oleh karena itu kedua tokoh sakti ini sepakat untuk mengakhiri pertarungan dan mengadakan perjanjian yaitu bersama-sama membangun tanah Jawa dari alam masing-masing. Syeikh Subakir yang berasal dari negri RUM (Irak) yang membawa ajaran tauhid akan membenahi manusia Jawa dengan syariat agama Islam yang dibawanya, sedangkan Kyai Semar akan memberikan pencerahan-pencerahan lewat batin. Perdamaian itu ditandai dengan dikawinkanya abdi kepercayaan Kyai Semar yang bernama Kyai Glinggang Jati dan abdi kinasih Syeikh Subakir yang bernam Siti Aminah. Mereka berdua diutus untuk menjaga dan mengayomi Goa Gajah Mungkur dan sekitarnya. Kemudian Kyai Semar pindah ke gunung Tidar Magelang, pegunungan Srendeng Jawa Tengah, gunung Srandil Cilacap dan moksa diGoa Semar dataran tinggi pegunungan Dieng.
Tokoh Semar hendaknya dipandang bukan sebagai fakta historis (sejarah), tapi lebih bersifat mitologi atau simbol tentang ke Esa-an Tuhan, yaitu suatu tanda atau lambang dari pengejawantahan atau penampakan ekspresi budaya, persepsi, pengertian tentang Ilahiah yang menunjukan kepada konsepsi. Pengertian ini menunjukan bahwa sejak zaman purba kala leluhur kita adalah bangsa yang berbudaya, religius dan berketuhanan Yang Maha Esa. (http://soimardian.blogspot.co.id/2015/04/kyai-semar-pepunden-tanah-jawa.html)

Komentar

dakwatuna.com

Postingan Populer